McMouse, Aksi Para Pencuri Di Rumah Makan Cepat Saji

Di Rumah Makan Cepat Saji (Fast Food) aksi para pencuri ini mulai menancapkan taji. Bagaimana intrik dan permainan hukum mulai menjadi “makanan” sehari-hari mereka. Mereka melanggar aturan perusahaan hingga dianggap sebagai gerakan anti-kapitalis, sampai tindakan mereka yang dianggap sebagai Robin Hood Era Modern.

D
alam film Ocean’s Eleven, sekelompok orang terlihat sedang membuat rencana pencurian besar-besaran pada sebuah kasino. Aksi mereka terlihat matang. Sekelompok berjumlah sebelas orang itu tampak memainkan perannya masing-masing. Ada yang berpura-pura sebagai pekerja kasino hingga ada yang menjadi rival judi. Ulah mereka memang tidak tangung-tanggung, jutaan dollar berhasil mereka gondol berkat trik pencurian diam-diam dan terlihat begitu lihai.
Ibarat dalam film Ocean’s Eleven di atas, sekelompok orang di sebuah restoran cepat saji (fast food) ternama yaitu McDonald’s pun sedang melakukan rencana pencurian. Seperti halnya dalam film, aksi sekelompok pekerja ini pun memiliki planning atau rencana rapi untuk mencuri. Masing-masing memiliki tugasnya. Ada yang berperan menutupi kamera, menyembunyikan produk, hingga menyelundupkan uang di kasir. Aksi kelompok tersebut tak kalah menegangkan dengan aksi dalam film Ocean’s Eleven. Uniknya yang mencuri itu bukanlah orang luar McDonald’s itu sendiri, melainkan orang dalam yaitu pegawainya sendiri..
Aksi para pekerja dalam salah satu restoran fast food ternama di Indonesia tersebut memang tidak begitu tampak jika kita perhatikan. Meskipun fenomena seperti ini sudah lama sering ditemui. Aksi sekelompok pekerja McDonald’s yang mencuri entah itu uang atau produk di tempat McD mereka sendiri memang bisa dikatakan “oknum” pegawai yang melakukan aksi kriminalitas.

Itulah dia aksi para McMouse. Tak ada istilah khusus memang untuk para pegawai yang melakukan pencurian di McDonald’s tersebut. Salah seorang dari kelompok tersebut berinisial D (30 tahun) mengakui untuk melakukan pencurian memerlukan tata rencana yang rapi. Teamwork antar sesama mesti baik. Mungkin kalau bisa dianalogikan, tindakan para McMouse ini sama dengan tindakan oknum pemerintah yang melakukan tindakan pencurian atau korupsi.
“Seperti film Ocean Eleven, harus melakukan planning atau rencana yang rapi untuk mencuri. Masing-masing McMouse memiliki tugas masing-masing. Jadi teamwork harus baik.,” ujar D ketika menjelaskan detail dan kronologis aksi yang sering dilakukan bersama rekan-rekan sesama pegawai. “Rasa takut sih selalu ada, rasanya manusiawi berbuat salah dan takut ketahuan,” lanjutnya.
Seperti yang diakui oleh D, istilah McMouse bukanlah suatu istilah resmi. Ada yang menyebut aksi pencurian tersebut dengan oknum atau malah hingga sebutan “tukang cheating”. Tak ada istilah baku atas tindakan kriminal seperti ini. Bisa saja tindakan pencurian para pegawai McD di belahan dunia lain menggunakan nama yang berbeda-beda.
Menurut majalah Ripple Magazine edisi 2 tahun 2000 menyebutkan McMouse adalah sebutan untuk para pekerja McD yang mengambil produk (istilah McD untuk makanan yang mereka jual), hingga mencuri uang di McD sendiri. Lazimnya yang senantiasa menggunakan istilah McMouse ini adalah sekelompok komunitas underground punk/hardcore yang memandang McDonald’s sebagai sebuah perusahaan korporat besar atau kapitalis. Dalam sebuah zines bernama Submissive Riot: Non profit anarcho newsletterPUNX!, menyebutkan McMouse adalah sebutan para pekerja di McDonald's yang sifatnya mengambil kembali sebagian kekayaan yang diterima McDonald's. McMouse melakukan hal tersebut sebagai ganti dari hak yang seharusnya mereka dapatkan. Aksi McMouse tersebut sebenarnya merugikan perusahaan tetapi kerugian perusahaan tersebut tidak seberapa dibandingkan dengan kerugian para pekerjanya.
McMouse sendiri diambil dari awalan kata McDonald’s (McD) dan Mouse atau tikus merupakan hewan yang menggerogoti properti milik seseorang. Jadi McMouse adalah seseorang yang mengambil properti perusahaan baik itu berupa uang, barang , atau produk,” kata D menjelaskan tentang istilah McMouse. Ia menganalogikan bahwa tindakannya itu ibarat tikus. Seperti yang kita tahu tikus seringkali menggerogoti properti tuan rumah seperti kursi atau meja. Hal sama pun dilakukan oleh para McMouse, hanya saja mereka menggorogoti properti McD tersebut seperti produk dan uang.
D mengakui bahwa bukan tidak mungkin fenomena McMouse ini terjadi pula di restoran fast food lain atau rumah makan lain. Mungkin saja istilahnya juga beda-beda. Namun, selama ini McMouse hanya berupa istilah saja. Atau apakah nama McMouse ini dikenal sebagai di negara lain selain Indonesia. “Saya tidak yakin di luar negeri namanya McMouse juga, tapi pasti ada perilaku seperti McMouse di luar negeri,” ujarnya.

***

D sudah mulai bekerja di McDonald’s sejak tahun 2000. Pada awalnya ia tidak mengetahui apa itu istilah McMouse, tapi ia mengaku dapat menangkap pengertian karena banyak pegawai sebelumnya yang melakukan tindakan pencurian. Baru sekitar tahun 2001, ia mulai mengerti istilah pencurian ini dinamakan dengan McMouse.
“Saya tahu istilah McMouse ini dari suatu komunitas yang diluar McDonald’s yaitu istilah yang digunakan oleh komunitas punk/hardcore underground. Di McD sendiri disebutnya bukan McMouse, mungkin saja garong (pencuri) atau oknum,” ujarnya menjelaskan. “Namun, dalam komunitas tersebut memandang McDonald’s sebagai perusahaan kapitalis. Berhubung saya kenal istilah McMouse ini dari komunitas punk/hardcore, saya memandang McD sebagai perusahaan kapitalis.”
Dalam komunitas tersebut menjelaskan bahwa tindakan McMouse tersebut sebagai tindakan counter-culture atau budaya perlawanan akan korporasi McDonald’s. Terutama mengenai masalah hak kerja hingga ekploitasi. Seperti yang kita tahu McD adalah salah satu fast-food ternama di dunia dan sudah memiliki cabang di mana-mana seperti di Beijing, Moskow, Tokyo, hingga Bandung. Bahkan ikon McD saja, si badut Ronald McDonald’s terpilih sebagai tokoh yang paling diingat dalam dunia periklanan, mengalahkan ikon si gendut Michelin-man dan Marlboro-man. Ini membuktikan McDonald’s sendiri sudah menjadi bagian dari masyarakat sekarang khususnya urban culture.
Ia menjelaskan lebih lanjut bahwa para McMouse memang bukan hanya berasal dari komunitas punk/hardcore saja. Ia memandang soal aksi gerakan kapitalis/ non-kapitalis, bagaimana pelaku memposisikan dirinya, kalau misalnya pelaku berasal dari komunitas tersebut tentunya akan mengandung unsur anti-kapitalis tersebut. Tetapi pelaku biasanya tidak memperlihatkan unsur seperti itu.
“Setelah dua tahun bekerja, saya baru memulai kegiatan McMouse, soalnya saya pernah bekerja di counter McD yang 80 persen karyawannya melakukan kegiatan McMouse semua alias pada mencuri properti McD semua, “ ujar D menjelaskan tentang bagaimana keterlibatannya dan awal mula ia mencuri. “ Otomatis bila saya tidak melakukan kegiatan pencurian tersebut saya bisa dianggap mata-mata manajemen oleh rekan kerja, dan saya tidak mau dianggap seperti itu. Jadi akhirnya saya mulai mencoba melakukan kegiatan tersebut dan ternyata fun juga setelah mencoba.Yah menggerogoti sedikit demi sedikit toh McD-nya tidak akan terasa keambil. Seperti tikus yang menggerogoti kursi, kan tikus tidak mungkin langsung habis menggerogoti kursi itu langsung. Pasti pelan-pelan dulu. Biasanya kerugian baru terasa setelah 1 tahun.”
Dalam melakukan aksinya para McMouse tidak bisa sembarangan. Seperti yang dijelaskan oleh D, bahwa gerai McDonald’s yang paling ramai biasanya yang paling mudah dicuri. D yang bekerja di salah satu gerai McD di persimpangan jalan Dago ini mengaku biasanya gerai yang ramai selalu memiliki pendapatan yang besar, sehingga pencurian pun tidak akan terasa kehilangan terlalu banyak karena ketutupi oleh pendapatan besar sehingga resiko ketahuan bisa lebih minimal. Sebaliknya jika gerai McDonald’s sepi yang diambil, dengan banyaknya pencurian maka resiko ketahuan kehilangan akibat pencurian pun akan mudah diketahui pihak manajemen.
Agar resiko tidak ketahuan oleh manajemen, para McMouse selalu menghitung terlebih dahulu kerugian pendapatan hari sebelumnya di salah satu gerai McDonald’s. Misalnya, kerugian dalam satu hari mencapai Rp.2 juta. Jumlah kerugian tersebut mesti bisa ditutup dengan pendapatan hari ini, contohnya dengan memasukkan target pendapatan sekitar 30 juta. Langkah berikutnya setelah target pendapatan menutupi kerugian hari sebelumnya. Si McMouse melakukan pencurian lagi sesuai dengan nominal kerugian sebelumnya yaitu Rp. 2 juta. Nominal kehilangan baru itulah yang diambil oleh McMouse. Begitu seterusnya sampai terjadi titik temu. Biasanya titik temu antara kerugian tersebut diketahui saat perhitungan keuntungan perbulan. Akan tetapi hal tersebut bukan jadi masalah apabila keuntungan yang didapat McD jauh lebih besar dari kehilangan atau kerugiannya. Misalkan, kerugian yang diambil akibat tindakan McMouse dengan jumlah nominal sekitar 80 juta akan ketutup jika pendapatan dalam salah satu gerai McDonald’s tersebut mencapai ratusan juta atau malah milliar rupiah. Jadi McMouse harus dilakukan di gerai toko yang ramai atau banyak pengunjung. McMouse ini beraksi mengikuti pasar, gerai toko yang kurang ramai akan mengurangi kuantitas yang bisa diambil si McMouse tersebut dalam mencuri.
Ketika beraksi McMouse biasa berkelompok. Minimal tiga atau empat orang. Biasanya dilakukan berkelompok seperti ini untuk menghindari resiko, selain agar koordinasi saat praktek pencurian bisa lebih lancar. Biasanya, pada saat beraksi dibagi empat. Ada yang mengawasi di depan kasir (counter), yang mengawasi bagian belakang dapur (kitchen), kemudian ada juga yang berperan menjadi seorang PC (orang yang menyampaikan pesanan dari kasir ke dapur), dan terakhir seorang yang berada di pinggir mesti mengawasi keadaan gerai ketika supervisor berada dan mengawasi kamera. Para McMouse bergerak ketika kamera mati atau bergerak ke arah lain. Dan momen-momen seperti itulah yang dinantikan para McMouse.
“Mencuri sendirian juga bisa tetapi resikonya sangat besar, saya pernah melakukan sendiri tapi pada akhirnya balik lagi berkelompok, karena lebih aman,” ujar D. “Tapi kalo ruginya mencuri secara berkelompok, duit hasil curian dibagi-bagi, dan di habiskan dengan cara masing-masing, tapi terkadang ada McMouse di dalam McMouse. Jadi curang dengan mengambil bagian lebih banyak dari yang lain,” lanjutnya.

***

Berbicara tentang pencurian McMouse tentu tak bisa dilepaskan dengan yang namanya peraturan. Bagi karyawan yang melanggar peraturan perusahaan memang bisa diberikan eksekusi kesalahan seperti itu diberikan surat pernyataan, skorsing, dikeluarkan, atau malah paling parah dijerat dengan hukum pidana. Bentuk-bentuk hukuman seperti itu tentu menjadi aturan standar berbagai perusahaan.
Begitupula dengan McDonald’s. Layaknya sebagai sebuah perusahaan besar, tentu saja mereka memiliki aturan-aturan hukum yang jelas mengenai ketertiban para karyawannya. Buat karyawan yang melanggar aturan tentu saja menerima hukuman yang berarti. Reggie, Manajer McDonald’s cabang Dago, ketika dihubungi via pesan pendek menjelaskan tentang aturan hukum terhadap para McMouse. Ia sempat bertanya balik dan tidak mengenal apa itu istilah McMouse. Namun, setelah menyebut dengan istilah “tukang cheating” atau menjelaskan tentang perilaku karyawan yang suka mencuri uang dan produk, baru ia mengerti. Ini membuktikan bahwa McMouse memang bukan istilah umum yang dikenal di kalangan McD sendiri. Kalangan pegawai lebih menyebutnya pada oknum.
Reggie menjelaskan ada langkah-langkah atau aturan terhadap para karyawan yang melanggar. Untuk kasus McMouse seperti ini, langkah pertama yang biasa diambil oleh pihak manajemen biasanya mencari fakta terlebih dahulu. Apa benar karyawan tersebut telah mencuri, terus siapa saja yang terlibat, terus berapa sih nominal yang dicurinya, dsb. Setelah ada fakta, lalu langkah selanjutnya dengan melakukan analisa dan juga rencana soal eksekusi yang bakal diberikan. Kalau fakta itu benar manajemen biasanya bertindak tegas. Langkah terakhir tentu saja dengan memberikan eksekusi. Biasanya eksekusi di bagi dalam eksekusi kelas ringan seperti diberi surat peringatan dan eksekusi kelas berat seperti dikeluarkan atau malah sudah berurusan dengan hukuman pidana. Karena menurut Reggie, mau tidak mau kelakuan pencurian seperti ini sudah termasuk dalam tindakan kriminal.
Ada sih peraturan di McDonald’s soal larangan karyawan tidak boleh sama sekali mencuri atau mengambil properti seperti produk atau uang. Peraturannya masih terbilang umum lah, yang parahnya kalo ketahuan mencuri, bisa di bawa ke polisi,” kata D menjelaskan. Malah bukan tidak mungkin justru ada kerjasama antara pelaku McMouse dengan oknum manajemen itu sendiri. “Saya pernah ketahuan, tetapi manajer menutup-nutupi kejadian tersebut. Tapi mereka menjadikan saya TO (Target Operasi). Benar-benar posisi yang tidak aman”.
“Mereka terkadang membuat strategi untuk menangkap basah, soalnya kalau mereka tahu lalu menuduh tapi tidak punya bukti, si McMouse bisa menuduh balik sebagai fitnah. Mereka (para pihak manajemen) selalu berupaya untuk mencari cara agar McMouse tertangkap basah. Tapi sekarang loyalitas manajer sendiri sekarang sudah tidak ada, jadi terkadang karyawan bisa melakukan McMouse padahal manajer tahu. Tapi tetap ada prosedurnya, bahkan manajernya sendiri terkadang melakukan McMouse itu sendiri, meski itu tidak banyak”, ujar D panjang lebar.
Reggie menjelaskan soal langkah preventif agar perilaku McMouse ini tidak begitu merugikan manajemen. Maka untuk itu dibuatlah aturan-aturan dasar yang mengikat.Aturan yang paling penting yaitu dengan memperketat prosedur pengamanan di restoran terhadap cash (uang) atau produk. Minimal dengan melakukan pengawasan terhadap pegawai yang saksama dengan azas pra duga tak bersalah.
“Alasan saya melakukan pencurian disamping untuk uang tambahan juga atas dasar rasa iseng atau fun aja. McD merupakan perusahaan yang sangat besar dan ada diseluruh dunia. Kalau perusahaannya tidak sebesar itu, mungkin saya juga tidak akan melakukan pencurian, jadi balik lagi, jadi memang saya tidak menyukai kapitalisme. McD menekan karyawan agar karyawan merasa tidak betah bekerja di McD,” ujar D panjang lebar.
Ia menjelaskan tentang sistem dan aturan manajemen. Menurutnya, pihak manajemen dinilai terlalu menekan kesejahteraan karyawan dan hak karyawan. “contohnya dulu saat jam istirahat diberikan makan produk McD, sekarang karyawan harus membeli dengan uang sendiri. Selain itu, gaji mandeg, gaji dipotong, jadi kepikiran untuk mencuri untuk uang tambahan,” tegasnya.
Sementara itu kenapa tidak memilih keluar dan mencari kerja yang lain, menjadi buah simalakama tersendiri. Istilahnya “mati segan hidup pun tak mau”. Untuk aturan PHK, karyawan lebih dari lima tahun bila dikeluarkan atau PHK oleh perusahaan bisa mendapatkan pesangon sekitar belasan hingga puluhan juta rupiah. Tetapi bila karyawan itu mengundurkan diri atau resign, maka karyawan tersebut tidak mendapatkan uang sepeser pun dan hal itu bukan merupakan tanggung jawab perusahaan. Aturan seperti itu lah yang dinilai memberatkan karyawan yang akan keluar. Karena jika mereka resign dengan sendirinya, mereka bakal tidak mendapatkan uang pesangon sepeser pun. Oleh karena itu sistem manajemen perusahaan yang sekarang berpikir bagaimana cara agar tidak mengeluarkan uang untuk membayar pesangon karyawan dengan cara memberatkan sistem atau aturan terhadap karyawan agar tidak betah dan akhirnya mengundurkan diri.
“Dikeluarkan dengan cara pelaku harus resign, itu yang paling memberatkan saya untuk keluar, soalnya nanti gak dapat duit pesangon,” lanjut D.

***
Pakar Sosiolog dan Hukum lulusan UGM yang juga staf pengajar Universitas Nusa Cendana (UNDANA), Hotlief Arkhy menyatakan tindakan para McMouse tersebut sebagai tindakan menyimpang di mana para pekerja di McDonald’s tidak mengikuti aturan yang berlaku. Apapun alasannya entah itu alasan aturan manajemen atau tindakan perusahaan mengatasi kelebihan stock dengan cara memasukan burger, daging, dan nasi kedalam sebuah karung plastik lalu menyiramnya dengan air sehingga makanan tersebut tidak dapat dimakan lagi dan kemudian dibuang, McMouse menganggap lebih baik makanan sisa itu dicuri kemudian dimakan daripada dibuang. Walaupun menurut McMouse benar, Arkhy menambahkan jika dilihat dari berbagai aspek tindakan, mereka tetap menyalahi aturan. Mungkin saja ada pertimpangan khusus mengapa perusahaan melakukan hal tersebut seperti pertimbangan ekonomis, jika makanan itu dibagi begitu saja maka keinginan membeli dari para pekerja tidak ada lagi sehingga merugikan perusahaan.
“Ini adalah suatu anomi atau kekaburan nilai dimana seseorang mentiadakan aturan dan nilai karena menganggap aturan dan nilai tersebut tidak mengakomodir kepentingannya sendiri”, ujar Arkhy. Ia melanjutkan bahwa orang-orang yang berpotensi melakukan tindakan McMouse adalah orang-orang yang tidak peduli terhadap aturan dan nilai yang ada.

***

Tak semua penjahat itu bejad. Beberapa McMouse dibalik semua kontroversinya, dianggap memiliki rasa sosial yang tinggi. Dalam kisah klasik, Robin Hood digambarkan dengan seorang penjahat budiman. Ia mencuri untuk kemudian barang curiannya itu dibagikan ke fakir miskin didaerahnya. Ia mencuri karena rakyat mesti mendapatkan apa yang menjadi hak mereka akibat kesewenang-wenangan Sheriff Nottingham. Dalam konteks tersebut. Zaman sekarang McMouse bisa dianggap sebagai “Robin Hood Era Modern”. Dengan prinsip, daripada makanan lebih baik diberikan kepada yang membutuhkan daripada dibuang, beberapa McMouse dengan tindakan sosialnya kadang memberikan makanan pada fakir miskin di sekitar gerai toko yang memang membutuhkan.
Biasanya produk-produk yang diberikan oleh para McMouse pada fakir miskin baik itu berupa uang, produk mainan, hingga makanan. Untuk makanan, ada istilah yang disebut waste. Dulu ada semacam laporan tentang waste (produk yang terbuang) agar produk tidak terbuang percuma. Produk Waste tersebut dicatat dan lalu dilaporkan tentang seberapa besar kerugian yang ditanggung. Namun, sekarang McDonald’s memiliki sistem agar waste tersebut tidak terbuang percuma saja. Sistemnya yaitu dengan cara pesan langsung jadi. Jadi sekarang sistem order customer lalu pihak dapur membuat makanannya, tidak mengandalkan stock makanan yang ada seperti dulu.
“Terkadang saya juga bingung, karena ini duit “panas”, jadi ada rasa takut juga dalam menggunakan duit tersebut, jadi ya dibagi-bagikan saja kepada pengemis, pengamen, atau fakir miskin. Terkadang ada pengamen yang meminta makanan, ya langsung saja dikasih,” kata D yang pada “awal karir” McMouse-nya seringkali memberi produk pada fakir miskin. Meski ia mengaku kadangkala saja melakukan gerakan “Robin Hood” tersebut, “kalau istirahat atau jam pulang kerja saya mau ke mini market, baru saya ngasih ke pengamen atau pengemis sambil lewat,” lanjutnya. Namun, menurutnya untuk masalah seperti ini tergantung keputusan personal pelaku McMouse itu sendiri. Ada yang memang mencuri untuk niat memberi ke fakir miskin, ada juga yang mencuri untuk dikonsumsi pribadi.
Meski banyak yang menganggap tindakan mencuri itu merupakan tindakan melanggar hukum, ia menganggap bahwa tindakan McMouse yang mencuri untuk kemudian dikasih pada fakir miskin sebagai suatu langkah sosial yang heroik. “McMouse yang suka ngasih ke fakir miskin itu tindakan heroik. Saya pikir di Indonesia masih banyak orang miskin, jadi daripada di buang-buang lebih baik untuk membantu orang lain yang membutuhkan.”

***
Para McMouse masih tetap beraksi. Mereka tidak mengindahkan aturan hukum yang berlaku dan tetap “bemain-main” demi keuntungan yang mereka peroleh. Mereka masih diam dibalik meja kasir dan tetap menebar senyuman agar konsumen datang dan membeli makanan. Dibalik semua itu terdapat area abu-abu yang menjadi “kehidupan lain” mereka. Ada yang mencuri demi kepentingan pribadi, ada yang mencuri karena rasa sosial yang tinggi, dan ada pula yang mencuri karena rasa iseng semata. Kehidupan lain yang tak mudah terkuak hanya lewat berdiri di depan meja kasir semata.
“Sistem pencurian ini sebenarnya gampang saja untuk diketahui. Tradisi mencuri seperti ini sudah turun temurun sebelumnya. Jadi senior melihat junior atau orang yang baru bekerja di McDonald’s tersebut apakah berpotensi untuk mencuri atau tidak. Lalu diajak dan diajarkan deh, “ ujar D menutup pembicaraan.

***

0 komentar:

Post a Comment